وشهد شاهد من أهلها☝️?

Setelah gagalnya Gerakan 30 September 1965, (selain terus menyuarakan teori konspirasi AD dengan anasir-anasir asing dari CIA, peny.) PKI melakukan sebuah upaya untuk memakai beberapa orang akademisi terkemuka di Amerika Serikat dan di tempat-tempat lainnya untuk mempertahankan status hukumnya dengan menyebarluaskan disinformasi Aidit yang mengatakan bahwa Gestapu itu seluruhnya adalah masalah intern Angkatan Darat, dimana PKI tidak memainkan peran apapun di situ(!!!).

Dokumen disinformasi Aidit 1

Dokumen disinformasi Aidit 2

Dokumen disinformasi Aidit 3

Gambar 1. Dokumen disinformasi Aidit. Menyatakan tidak tahu menahu tentang G30S dan menegaskan bahwa G30S adalah masalah intern AD yang dia menyebutnya juga sebagai “akibat salah urus dalam Angkatan Darat” (Sumber dokumen: diperoleh dari Letkol. Djiwo Sugondo, TEPERPU, Jakarta 29 April 1971) (1)

Itu adalah salah satu (salinan) dokumen penting surat Aidit yang ditulis di kota Blitar pada tanggal 6 Oktober 1965 kepada Bung Karno yang didalamnya juga membongkar keterlibatan Sukarno dalam Gerakan ini.

Diantara isinya yang lain:
✔️Aidit menyatakan telah mendapatkan laporan terkait tindakan G30S terhadap “Dewan Jenderal” telah berhasil dan telah dilaporkan kepada Bung Karno dan telah direstuinya:
“Tanggal 1 Oktober saya diberitahu bahwa tindakan terhadap Dewan Jenderal itu sudah berhasil. Saya bertanya, “Apakah sudah dilaporkan kepada PYM (Paduka Yang Mulia, Bung Karno maksudnya, peny.),” ??Dijawab SUDAH DAN BELIAU MERESTUINYA.”

☝️?[Berikut data tambahan terkait kronologis pelaporan hasil Gerakan 30 September kepada Bung Karno -seperti yang disebutkan dalam isi surat Aidit di atas- dari hasil pemeriksaan terhadap Kolonel KKO Bambang Widjanarko:

?18. Berikan pendjelasan tentang:
A. Isi laporan dari Brigdjend SUPARDJO jang disampaikan kepada Bung KARNO pada tanggal 1 Oktober 1965 di Hakim sebagai hasil pelaksanaan Gerakan G-30-S/PKI.
B. Pengetahuan Bung KARNO terhadap kedudukan Brigdjen SUPARDJO pada waktu itu dalam Gerakan G-30-S/PKI.
C. Bagaimanakah sikap/reaksi Bung KARNO terhadap laporan Brigdjen SUPARDJO tersebut.
D. Siapa² jang mendengar laporan tersebut dan bagaimana sikap/reaksi mereka?
?18. Pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi sewaktu bekas Brigdjen SUPARDJO tiba di Halim dan melaporkan pada Bung KARNO (+- djam….), saja belum berada di situ. Saja tiba di Halim pada +- djam 11.30. Setelah saja tiba di Halim dan bertemu rombongan Bung KARNO barulah saja mendengar tjeritera/keterangan tentang pertemuan Bung KARNO dan bekas Brigdjen SUPARDJO itu. Jang memberi keterangan pada saja ini adalah Kolonel SAELAN, AKBP MANGIL dan SUPARTO.
A. Bekas Brigdjen SUPARDJO telah melaporkan kepada Bung KARNO bahwa tugas jang dibebankan kepadanja untuk mengambil tindakan terhadap Djenderal² AD telah dilaksanakan.
Djenderal jang telah berhasil diambil dari rumahnja adalah: 1. Djenderal YANI 2. Djenderal PARMAN 3. Djenderal HARJONO 4. Djenderal SUTOJO 5. Djenderal SUPRAPTO 6. Djenderal PANDJAITAN, sedangkan Djenderal NASUTION jang djuga didjadikan sasaran telah lolos.
B. Bung KARNO menganggap dan memperlakukan bekas Brigdjen SUPARDJO sebagai komandan jang memimpin tindakan gerakan pembersihan dan rupanja telah mengetahui sebelumnja bahwa bekas Brigdjen SUPARDJO itulah pelaksana utamanja.
?C. Sewaktu dan setelah menerima laporan dari bekas Brigdjen SUPARDJO, Bung KARNO kelihatan tevreden, sambil menepuk-nepuk bahu SUPARDJO ia berkata: “Ja hebt goed gedaan. KENAPA NASUTION KOK LOLOS”.
D. Jang turut menjaksikan dan mendengar laporan SUPARDJO itu adalah: OMAR DANI, Brigdjen SABUR, Kolonel SAELAN, AKBP MANGIL, Brigdjen SOENARJO, SUPARTO.
Bagaimana reaksi mereka, saja tidak mengetahui.

Bekas Brigdjen SUPARDJO telah melaporkan kepada Bung KARNO 1

Bekas Brigdjen SUPARDJO telah melaporkan kepada Bung KARNO 2

Gambar 2. Bekas Brigdjen SUPARDJO telah melaporkan kepada Bung KARNO bahwa tugas jang dibebankan kepadanja untuk mengambil tindakan terhadap Djenderal² AD telah dilaksanakan]

✔️Di dalam surat tersebut Aidit juga menyatakan bahwa pelariannya dari Halim difasilitasi oleh Omar Dani selaku Pangau (ketika itu) dengan pesawat AURI:
“Tanggal 1 Oktober saya diberitahu: Pak Aidit sekarang juga harus ke Jateng dengan plane yang sudah disediakan oleh Pangau”

Markas Besar Presiden Sukarno dan AIdit di Halim

Gambar 3. Markas Besar Presiden Sukarno di Halim, Rumah D-1 dari Komodor Udara Susanto dan Markas Besar Aidit di Halim, rumah sersan udara Suwardi

✔️Aidit menyatakan tidak dapat hadir dalam sidang paripurna karena pesawat AURI rusak dan dia sudah mengirim kabar tentang ini melalui kawat saluran AURI kepada Pangau.
“Mengenai sidang paripurna tak dapat dipenuhi sebab plane AURI rusak, tentang ini saya sudah mengirim kawat lewat saluran AURI kepada Pangau untuk diteruskan kepada Bung Karno”

Markas besar Gestapu

Gambar 4. Markas besar Gestapu (GErakan September TigAPUluh), CENKO II

?Sidang Paripurna Kabinet di Bogor 6 Oktober: Pasca Gerakan 30 September, Bertahannya Persekutuan Sukarno-Aidit

Sidang Kabinet itu yang ironisnya diberi nama Paripurna yang berarti sempurna atau lengkap diadakan di istana Bogor pada 6 Oktober 1965. Sidang itu menjadi tempat konfrontasi besar yang pertama antara dua kekuatan yang bertarung untuk mencapai supremasi sampai 11 Maret 1966, ketika Presiden menderita kekalahan mutlak dengan dilucutinya semua kekuasaannya oleh MPRS dan ia diganti oleh Jenderal Suharto.

Sidang Kabinet itu tidak menguntungkan bagi Jenderal Suharto dan pengikutnya di AD. Meski Jenderal Nasution menyerahkan sebuah resolusi, atas nama perwira-perwira tinggi untuk dibahas oleh kabinet, dan Jenderal Suharto meminta agar PKI dibubarkan, dokumen-dokumen ini tidak mendapat perhatian yang semestinya. Jenderal Suharto menyerahkan, sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, sebuah laporan tertulis tentang penyelidikannya atas Gestapu dan berdasarkan bukti-bukti yang sudah ada, meminta kabinet membubarkan PKI. Ia memberikan laporan ini kepada Widjanarko, yang meneruskannya kepada Presiden untuk dimasukkan ke dalam agenda sidang (2)

Sumur tua tempat dibuangnya mayat para Jenderal yang berhasil dieksekusi oleh Gerakan 30 September

Gambar 5. Sumur tua tempat dibuangnya mayat para Jenderal yang berhasil dieksekusi oleh Gerakan 30 September

Justru sidang itu didominasi oleh Aidit melalui suratnya kepada Presiden yang disusun di Blitar pada 6 Oktober, yang mengusulkan penyelesaian politik bagi akibat-akibat Gestapu. Surat itu tidak saja mewarnai jalannya sidang kabinet itu, yang berisi alasan-alasan bagi PENGELABUAN BESAR dan sanggahan atas fakta-fakta yang sudah terbukti, tetapi juga menyebut kegiatan-kegiatan Jenderal Suharto dan Nasution sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan Dewan Jenderal, yang tidak pernah ada itu, pada hari-hari sebelum kudeta.

Teori baru ini yang dikemukakan Aidit kepada kabinet melalui suratnya kepada Presiden, menghembuskan kehidupan baru pada fiksi tentang adanya Dewan Jenderal. Seperti telah kita lihat, Aidit menciptakan fiksi ini pada bulan April untuk digunakannya sebagai alasan untuk menempuh jalan pintas menuju kekuasaan. Dan sekarang setelah jalan pintas itu gagal, ia menganggap kegiatan-kegiatan Suharto, Nasution dan Jenderal-Jenderal lain sebagai bukti bahwa tuduhan-tuduhannya sebelumnya itu benar dan oleh karena itu menjustifikasi serangan pre-emptive yang dilakukannya. Jelas tidak ada kebenaran yang meyakinkan dalam kata-kata Aidit yang penuh muslihat itu.
Kita telah menelusuri kegiatan-kegiatan Suharto dan Nasution secara rinci dan menemukan bahwa teori Aidit tidak benar, karena kedua Jenderal itu BARU MULAI MELANGKAH MELAWAN AIDIT PADA 1 OKTOBER 1965 TENGAH HARI, sedang Aidit sudah menciptakan tuduhan itu sejak April tahun itu.

Persiapan-persiapan untuk sidang kabinet diadakan begitu Subandrio dan Njoto kembali dari Medan pada 2 Oktober dan menghadap Presiden di istana Bogor tidak lama kemudian. Namun ketika Njoto tiba pada 6 Oktober, tidak lama sebelum sidang dimulai, ia menghadap Presiden dan menyerahkan surat Aidit kepadanya dihadapan Subandrio, Leimena, Jusuf Muda Dalam dan Sabur. Selain itu, dalam diskusi mengenai surat Aidit itu, Njoto juga mengemukakan usul-usul secara lisan, yang memperluas usul Aidit tentang penyelesaian politik akibat-akibat Gestapu.

Dalam sidang kabinet, Presiden meminta Njoto membacakan surat Aidit dan usul Aidit mengenai penyelesaian politik akibat-akibat Gestapu yang berisi butir-butir berikut:
1⃣ Penyelesaian diletakkan sepenuhnya dalam tangan Presiden
2⃣ Pernyataan-pernyataan oleh siapa saja, yang bersifat mengutuk baik Dewan Djenderal atau pimpinan Gestapu dilarang
3⃣ Semua alat revolusi harus tetap bekerja seperti biasa seperti sebelum peristiwa itu
4⃣ Polisi dibantu oleh Front Nasional, menjaga keamanan umum
5⃣ Semua organ aparat revolusioner harus berlomba-lomba mewujudkan Panca Azimat Revolusi
6⃣ Dilarang tuduh menuduh dan salah menyalahkan.

??Setelah kabinet sepakat mengenai enam butir ini (dan ini adalah bukti lain betapa dahsyatnya persekutuan PKI-BK yang tak tergoyahkan, bagaimana usulan pendapat Aidit -pasca G30S- masih diterima 100% oleh Bung Karno!!, peny.), usul Nasution dan Suharto dipertimbangkan oleh kabinet berdasarkan keenam prinsip itu (lihat dokumen gambar 1) dan DINILAI MENGHASUT, KARENA MELANGGAR BUTIR 2 DAN BUTIR 6.

??Dalam diskusi, PRESIDEN MEMBELA MATI-MATIAN PKI, dan mengatakan bahwa “IA TIDAK BERSEDIA MENUDUH ATAU MEMBUBARKAN PKI” karena partai itu “JUGA PUNYA ANDIL BESAR DALAM REVOLUSI INDONESIA (3) dan bahwa MAKNA PERISTIWA GESTAPU JANGAN DIBESAR-BESARKAN KELUAR BATAS.

??IA JUGA MENYESALKAN INSPEKTUR JENDERAL SUTJIPTO JUDODIHARDJO KARENA MEMBERIKAN BUKTI-BUKTI MENGENAI KEJADIAN DI RUMAH SUSANTO PADA 1 OKTOBER dalam pertemuan para Jenderal yang diadakan Nasution pada 4 Oktober, dan kemudian berbicara tentang KETERLIBATAN PKI DALAM GESTAPU.

?? Ketika ditanya dalam sidang kabinet mengenai pembubaran Dewan Revolusi Untung, PRESIDEN MENJAWAB BAHWA IA TIDAK BERNIAT MEMBUBARKAN DEWAN ITU, KARENA HANYA ORANG-ORANG YANG MEMBENTUKNYA YANG BERHAK MELAKUKAN HAL ITU.

☝️Makna dari pernyataan itu tidak dapat dianggap remeh, karena dapat membantu kita memahami manuver Presiden mulai dari saat itu sampai kejatuhannya dari kekuasaan pada Maret 1966.
??Pernyataan itu dengan jelas mengisyaratkan bahwa Presiden tetap berpegang teguh pada kesepakatannya dengan Mao dan Aidit (lihat Kudeta 1 Oktober 1965, hal. 346-349, dokumen Instruksi-Instruksi Tetap CC PKI kepada Seluruh CDB PKI se Indonesia yang ditulis oleh D.N. Aidit pada tanggal 10 Nopember 1965 yang mengisyaratkan adanya Perjanjian Rahasia antara Sosro=Sukarno dengan Mbah=Mao dari negeri Tetangga=Cina. Sumber: Diperoleh dari Letkol Djiwo Sugondo di Teperpu, Jakarta 29 April 1971, peny.), terlepas dari kegagalan strategi Aidit di pusat komando Halim sebelum tengah hari pada 1 Oktober. Ia pada dasarnya telah berhasil menyelamatkan situasi di rumah Susanto dengan membawa kabinetnya ke bawah naungan Dewan Revolusi dan mencoba membawa Dewan itu ke bawah kendalinya, dengan menggunakan kekuasaan penuh Presiden.

☝️?[Dari persaksian Kolonel Bambang Widjanarko, Bung Karno memang telah memegang Susunan Dewan Revolusi sebelum diumumkan melalui radio, halmana menunjukkan sejauh mana keterlibatannya dalam Gerakan 30 September yang dalam istilah syubhat pembela PKI dan penghujat Jenderal Suharto dikatakan (bagaimana mungkin Bung Karno) “mengkudeta dirinya sendiri”? Faktanya adalah apa yang tidak mungkin untuk memberantas komunisto-phobi anti Nasakomnya lalu melanjutkan kembali roda revolusi marxist setelah membabat habis para penghalang?!

Nukilan:
?21. Saksi SURATNI, dan saksi SUKARTI serta saksi AMANDA JACOB S telah mendjelaskan kepada pemeriksa, bahwa pada tanggal 4 Agustus 1965, bekas Letkol UNTUNG telah datang di istana untuk bertemu dengan Bung Karno. Berikan pendjelasan:
A. Apakah keterangan dari saksi² tersebut benar?
B. Apakah kedatangan Letkol Untung tersebut bersama-sama orang lain, dan siapakah orang tersebut.
C. Apakah jang mendjadi pembicaraan antara Bung KARNO dan Letkol UNTUNG?
D. Siapakah orang² lain jang mengetahui adanja pembitjaraan tersebut.

?21.
A. Keterangan² dari saksi tersebut adalah benar.
Bekas Letkol UNTUNG datang di istana dan bertemu dengan Bung Karno di kamar tidurnja pada tanggal 4 Agustus 1965.
B. Seingat saja bekas Letkol UNTUNG datang tidak sendiri/bersama orang lain, dia datang bersama Djenderal Sabur.

Kamar tidur Bung Karno diperlihatkan Presiden kepada Cindy Adams

Gambar 6. Kamar tidur Bung Karno diperlihatkan Presiden kepada Cindy Adams

C. Bekas Letkol UNTUNG ditanya Bung Karno APAKAH IA SANGGUP DIPERINTAHKAN MENGAMBIL TINDAKAN TERHADAP DJENDERAL² jang tidak loyal. UNTUNG MENDJAWAB SANGGUP.
D. Saja tidak ingat siapa orang lain jang mengetahui adanja pembitjaraan itu, ketjuali Djenderal SABUR.

Bekas Letkol UNTUNG ditanya Bung Karno APAKAH IA SANGGUP DIPERINTAHKAN MENGAMBIL TINDAKAN TERHADAP DJENDERAL² jang tidak loyal 1

Bekas Letkol UNTUNG ditanya Bung Karno APAKAH IA SANGGUP DIPERINTAHKAN MENGAMBIL TINDAKAN TERHADAP DJENDERAL² jang tidak loyal 2

Gambar 7. Bekas Letkol UNTUNG ditanya Bung Karno APAKAH IA SANGGUP DIPERINTAHKAN MENGAMBIL TINDAKAN TERHADAP DJENDERAL² jang tidak loyal. UNTUNG MENDJAWAB SANGGUP.

?28. Tjoba sdr. jelaskan tentang apa jang sdr ketahui mengenai daftar anggauta Dewan Revolusi.
Apakah daftar anggauta tersebut sudah diketahui oleh Bung Karno sebelum diumumkan, bagaimana bentuknja dan siapa jang menanda daftar tersebut.

?28.
? Saja mengetahui tentang adanja Dewan Revolusi tatkala mendengarkan siaran radio pada djam 14.00 tanggal 1 Oktober 1965 dikamar depan rumah Komodor SUSANTO.
? Kurang lebih djam 14.30 sewaktu beberapa pedjabat (Pak LEIMENA, Laksamana MARTADINATA, Djenderal SUTARDIO, Djenderal SUNARJO) telah tiba, Bung Karno memerintahkan Djenderal SABUR supaja menjerahkan suatu daftar kepada Pak LEIMENA.
Daftar tersebut adalah daftar anggauta Dewan Revolusi.
Seingat saja bentuk daftar tersebut merupakan kertas jang distencil dan ditanda tangani oleh bekas Letkol UNTUNG, dan MEMANG SUDAH ADA DI TANGAN BUNG KARNO/Djenderal SABUR SEBELUM PENGUMUMAN RADIO.

Dan MEMANG SUDAH ADA DI TANGAN BUNG KARNO

Gambar 8. Dan MEMANG SUDAH ADA DI TANGAN BUNG KARNO/Djenderal SABUR SEBELUM PENGUMUMAN RADIO.

Mungkin diantara pembaca disodori syubhat bahwa pernyataan² yang dibuat oleh Kolonel KKO Bambang Widjanarko dilakukan dalam keadaan didikte, dipaksa dan ditekan? Berikut penjelasannya:

? 33. Apakah semua keterangan sdr. benar dan berani angkat sumpah atas kebenarannya?
? 33. Semua keterangan saja adalah benar dan berani angkat sumpah atas hal itu.

? 34. Apakah sdr. merasa didikte, dipaksa dan ditekan dalam memberikan keterangan² tersebut di atas?
? 34. Saja tidak merasa didikte, dipaksa atau ditekan, dalam memberikan keterangan² tersebut di atas.

Saja tidak merasa didikte

Gambar 9. Saja tidak merasa didikte, dipaksa atau ditekan, dalam memberikan keterangan² tersebut di atas.

Tidak diragukan lagi bahwa manuver Presiden ini dapat berhasil dan dia bersama Aidit akan mencapai saling pengertian, seandainya Jenderal Suharto tidak muncul ke atas panggung dan mencegah kesepakatan baru dan mencegah kesepakatan baru ini menjadi kenyataan. Mereka dikejar waktu. ??Pernyataan itu berarti bahwa Dewan Revolusi harus tetap ada sebagai badan hukum, tetapi sekarang dibawah kendali Presiden, untuk diaktifkan kembali bila timbul situasi baru sesuai dengan tuntutan gelombang pasang revolusioner baru yang diperkirakan akan melanda pertama Jawa Tengah dan Jawa Timur dan kemudian seluruh Indonesia.

??Pada sidang paripurna kabinet 6 Oktober itu, Presiden tidak saja menolak upaya-upaya Nasution dan Suharto untuk membela integritas dan nama baik AD dan membawa para pembunuh enam Jenderal ke pengadilan, karena ia sendiri tersangkut cukup intens dalam pembunuhan para Jenderal itu, tetapi juga menerima usul Njoto (PKI, peny.) agar dibentuk Barisan Sukarno….untuk melindungi Presiden dari demonstrasi berbagai organisasi massa yang bermunculan, ketika keterlibatan Presiden dan PKI dalam Gestapu sudah menjadi rahasia umum, yang menuntut agar Presiden dan PKI dibawa ke meja hijau…..

Hasil sidang paripurna kabinet yang diadakan pada 6 Oktober itu, sikap Presiden melindung PKI dan sikapnya meremehkan usul-usul Nasution dan Suharto, merupakan berita yang merisaukan pihak-pihak yang menginginkan kehormatan AD dipulihkan dari tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar mengenai Dewan Jenderal dan berusaha membawa PKI dan mereka yang terlibat ke depan pengadilan. (4)

?Upaya Indonesianis Kiri Mencuci Bersih PKI dari Keterlibatannya dalam Gerakan 30 September 1965

“Sejumlah tulisan dimaksudkan untuk menjelaskan apa yang telah terjadi tanggal 1 Oktober 1965 itu bersimpati terhadap garis yang diajukan D.N. Aidit, Ketua PKI, yaitu bahwa terbunuhnya enam Jenderal puncak AD semata-mata adalah “masalah intern Angkatan Darat” dan bahwa partainya tidak terlibat.

⚠️Tulisan-tulisan yang menerima kebohongan Aidit ini terus bermunculan meskipun terdapat bukti sebaliknya yang selalu bertambah di dalam pers Indonesia, kesaksian-kesaksian di depan Mahkamah Militer Luar-Biasa (Mahmillub) dan bahkan juga dalam kritik-kritik yang ditujukan kepada Aidit oleh para aktivis PKI yang masih hidup di dalam dan di luar negeri tentang kesalahan-kesalahan penggerak utama di belakang GESTAPU itu, yaitu kepemimpinan elit partai mereka.” (5)

Sebelum kudeta itu di tahun 1965, Dr. Ruth T. McVey menjadi seorang dosen tamu pada Institute Aliarcham (6) untuk Ilmu-Ilmu Sosial kepunyaan PKI, DIMANA PARTAI ITU MELATIH PARA KADERNYA DALAM ADMINISTRASI NEGARA AGAR MAMPU MENJALANKAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA ITU SETELAH BERHASIL MEMPEROLEH KEKUASAAN.

Banyak pemimpin PKI mempunyai hubungan pribadi dengan para akademisi terkemuka spesialis Indonesia di Amerika Serikat, Belanda, Australia dan di tempat lain. “…tanggal 20 November 1965 sebuah ‘Appeal of the Committee for the Defence of the PKI (Seruan dari Komite untuk Mempertahankan PKI)” telah diterbitkan di Djakarta, yang diterbitkan kembali dalam sejumlah organ komunis di luar negeri yang menegaskan bahwa PKI sama sekali tidak bersalah dan mengucapkan terima kasih kepada kelompok-kelompok para sahabat di luar negeri atas bantuan dan dukungannya. (7)

Lalu pada tahun 1971 muncullah Cornell “PKI Laundry” Paper yang ditulis oleh Benedict R.O ‘G Anderson dan -mantan dosen Institut PKI Ali Archam- Ruth T. McVey yang berjudul A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in Indonesia, Ithaca, N.Y. Cornell University Press.

?Asal Usul Cornell Paper (John O. Sutter)

Meskipun ada cukup banyak pakar spesialis tentang Indonesia di Amerika, terutama sekali di Cornell University, di mana saya mendapatkan gelar doktor, saya kaget hampir-hampir tidak ada yang pernah mereka terbitkan—sekurang-kurangnya kalaupun ada, tidak secara terbuka. Apa yang memang muncul tampaknya telah dibangun dengan tesis a priori yang mengatakan bahwa Komunisme yang totalitarian itu pada tahun 1965 merupakan “gelombang masa depan,” bukan saja dalam hal Uni Soviet yang semakin agresif di bawah Brezhnev dan China di bawah Maoisme yang menindas dengan Revolusi Kebudayaannya, tetapi juga di Indonesia, tempat tinggal Partai Komunis terbesar ketiga dunia.

Berbicara di World Affair Council bulan Oktober 1965, mantan rekan sekelas saya di Cornell, ??Daniel Lev, yang ketika itu berada di Universitas California—Berkeley, mengatakan bahwa PKI mungkin sekali tidak terlibat dalam kudeta yang gagal itu, dan bahwa tajuk rencana surat kabar PKI, Harian Rakjat, tanggal 2 Oktober yang mendukung GESTAPU mungkin sekali tidak mencerminkan kebijakan elite kepemimpinan PKI tetapi hanya pandangan dari beberapa anggota partai yang lebih muda di surat kabar itu—suatu kesimpulan yang aneh tentang cara kerja sebuah partai otoriter yang besar itu??.
??Ketika Lev menulis tentang kejadian-kejadian tahun 1965 di Indonesia untuk Asian Survey (Februari 1966), ia tidak hanya menolak bahwa PKI berada di belakang kudeta yang gagal itu, tetapi juga menolak bahwa Presiden Soekarno terlibat dalam perencanaannya.

Sebagai peserta diskusi makalah saya di Konferensi ASPAC itu, ia permasalahkan beberapa hasil pengamatan saya.
??Ketika seorang anggota yang hadir bertanya kepadanya tentang sumber-sumber apa yang dia pakai, Lev menjawab bahwa ia telah menerima pesan-pesan dari Indonesia, termasuk dari para anggota PKI, yang menolak bahwa partai mereka ada hubungannya dengan GESTAPU.??

Di Cornell, the Modern Indonesia Project kadang-kadang mengeluarkan Interim Reports (Laporan-Laporan Sementara), untuk mana profesor saya yang tua itu, Project Director George Mc T. Kahin, telah menulis sesuatu yang kedengarannya seperti sebuah undangan untuk tinjauan kritis sesama koleganya:
“Kami berharap bahwa Laporan Sementara kami ini akan mendapat kritik yang terus-terang dan terbuka dari orang-orang yang tertarik membacanya. Karena kami percaya bahwa dengan demikian kami akan mendapat manfaat, dan bahwa dalam banyak hal, kritik-kritik itu akan menunjukkan jalan kepada analisis data-data yang lebih baik yang kami miliki dan/atau penelitian selanjutnya tentang segi-segi permasalahan itu yang mungkin belum diliput secara memadai.”

Dalam pada itu, para ilmuwan di Cornell serta para alumni telah mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan sejak GESTAPU, dan pada Januari 1966 hasil penelitian mereka diterbitkan dalam sebuah buku tebal yang berjudul The Coup of October 1, 1965.
Dua peneliti utama terlibat dalam penulisan laporan itu.

1⃣Yang pertama adalah ??Dr. Ruth T. McVey YANG TELAH BERCERITA PADA SAYA DI MANILA BAGAIMANA GEMBIRANYA DIA MENGAJAR DI AKADEMI ILMU SOSIAL ALI ARCHAM MILIK PKI di Jakarta, di mana para kader partai sedang dilatih dalam administrasi pemerintahan sebagai persiapan untuk menjalankan pemerintahan setelah PKI merebut kekuasaan.

Kuburan Ali Archam si gembong komunis yang dilengkapi dengan lambang gambar palu arit

Gambar 10. Kuburan Ali Archam si gembong komunis yang dilengkapi dengan lambang gambar palu arit

2⃣Peneliti yang kedua adalah Benedict R. Anderson yang ahli dalam bahasa Jawa, telah memberikan hasil itu suatu piagam ilmiah (platina) dengan menghiasinya dengan kutipan dari buku Nagarakertagama tulisan Prapantja.

??Orang-orang yang menghasilkan apa yang kemudian terkenal dengan nama “Cornell Paper” itu hanya mengulang kembali pernyataan elite PKI bahwa GESTAPU — sebuah istilah yang dihindari dalam paper itu — adalah semata-mata masalah intern AD, hanya merupakan sebuah konspirasi di kalangan para perwira lapangan yang merasa tidak puas, terutama sekali dari Jawa Tengah.

Namun, berbeda sekali dari kebijakan untuk tinjauan kritis sesama kolega yang dikemukakan Profesor Kahin, dan bertentangan dengan persyaratan akademis yang objektif, maka “Cornell Paper” itu tampaknya (dibuat seakan-akan, peny.) seperti sebuah dokumen pemerintah yang sangat rahasia. la diberi stempel “STRICTLY CONFIDENTIAL,” dan masing-masing copynya—hanya untuk dibaca oleh para penerima yang telah dipilih secara teliti—dengan diberikan nomor kodenya sendiri.

Meski para penulis itu mendorong para pembaca untuk menggunakan informasi yang telah dimuat di dalam Paper itu seluas-luasnya, namun para pembaca diperingatkan untuk tidak mengutip sumber atau merujuk dalam bentuk apa pun juga kepada risalah itu!
Sayang sekali, saya bukan salah seorang dari mereka yang terpilih, dan permintaan saya untuk sebuah buku kepada para penulisnya, teman-teman sekelas saya dulu, diterima dengan diam seribu bahasa.

Di antara para pembaca yang dipercayai dan terpilih itu adalah para pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang berada dalam posisi mempengaruhi kebijakan Amerika terhadap Indonesia, yang beberapa di antaranya mungkin telah terdorong untuk menerima sudut pandang Paper itu, dan salah seorang darinya, yang dulu pernah bekerja bersama saya di Kementerian itu menolak untuk saya melihat copynya dengan alasan bahwa Paper itu bersifat rahasia!

?⚠️Dalam kenyataan, salah seorang penulis telah membriefing para pejabat Kementerian itu dan meyakinkan mereka bahwa G15STAPU hanyalah sebuah masalah intern AD Indonesia. Mungkin dengan melupakan peribahasa lama bahwa ‘power can corrupt’, termasuk orang-orang Komunis itu sendiri, maka dia dengan berapi-api menyatakan bahwa “PKI is incorruptible!”

Bagi orang awam yang bukan spesialis, orang biasa yang tidak mempelajarinya secara mendalam, namun mungkin perlu memberikan kuliah atau menulis tentang masalah-masalah Indonesia, maka sebuah versi yang lebih pendek dari Cornell Paper telah disediakan, yang berfungsi lebih jauh untuk mengaburkan fakta bahwa PKI-lah yang telah menjadi dalang percobaan kudeta 1 Oktober 1965 itu.

??Tidak lama kemudian, cabang-cabang “anti-fascist” yang lebih keras muncul dalam publikasi Marxis Belanda dan the New Left Review, yang diterbitkan di London oleh saudara laki-laki Ben Anderson yaitu Perry??, namun ada sebuah artikel yang dikatakan berasal dari Lucien Rey, yang tidak pernah bermaksud untuk menjadi seorang pakar tentang Indonesia dalam tulisan-tulisannya yang lain kepada majalah itu.

Tambahan:
Lampiran-lampiran dalam Cornell Paper itu berisikan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa Inggris yang luar biasa baik tentang sejumlah pengumuman/dekrit GESTAPU yang paling awal, dan untunglah hal-hal ini tidak dirahasiakan dari para pakar dan publik yang merasa tertarik. Stensilan-stensilan serupa digunakan untuk menggandakan halaman 134-142, ketika terbitan yang pertama kali dari publikasi Cornell yang baru, Indonesia, yang muncul dalam bulan April 1966.
Bagian selanjutnya dari penelitian yang mendalam oleh Dr. McVey diterbitkan tahun 1967 dalam A Preliminary Excursion Through the Small World of Lt. Col. Untung, sebuah buku setebal kira-kira 145 halaman dengan ukuran cukup lebar yang memuat rincian dari data-data tentang para perwira AD yang diperoleh dari pers Indonesia pada umumnya sebelum kudeta. Lagi pula, dorongan untuk kerahasiaan menyebabkan timbulnya peringatan berikut di dalam catatan halaman cover-nya bagi para pembaca pilihan: “Jika ada poin-poin informasi yang ingin Anda kutip tanpa merujuk kepada sumber ini, mungkin sekali yang paling baik dilakukan adalah dengan merujuknya sebagai sebuah komunikasi dengan saya.” Dengan demikian, para penulis selanjutnya, seperti Rex Mortimer, dapat menggunakan sumber ini dalam karya-karya mereka.

Secara berangsur-angsur, keberadaan Cornell Paper itu mulai bocor. Ketika Profesor Kahin mengunjungi Indonesia tahun 1967, ia menemui Nugroho Notosusanto, yang sebelumnya telah menyebutkan bahwa Paper itu telah didanai oleh Modern Indonesia Project kepunyaan Kahin. Kahin mengatakan bahwa ia tidak ada hubungannya dengan buku itu, sambil tertawa dan mengatakan kepada Nugroho bahwa hal itu hanyalah sebuah kinderachtigheid (“kekanak-kanakan” atau “sophomoric”), namun menolak permintaan Nugroho untuk membuat sebuah pernyataan pers guna mengklarifikasi masalah itu.

??Sebuah kritik yang lebih luas atas Cornell Paper muncul pada tahun 1969 dalam buku The Communist Collapse in Indonesia oleh Arnold C. Brackman.

Akhirnya pada tahun 1971, lama setelah Cornell Paper itu dibagi-bagikan kepada para pendukung setia dan pada gilirannya Profesor Kahin menjadikannya tidak rahasia lagi (declassified), dan secara resmi diterbitkan dalam serial Interim Reports dari Projectnya itu. Cetakan ulang itu tampak seperti aslinya, namun ungkapan “STRICTLY CONFIDENTIAL” yang dicapkan dan nomor-nomor kode di seluruh buku telah diganti hanya dengan kata “CONFIDENTIAL” saja di kulitnya. Namun, prakata Dr. Anderson yang panjangnya dua halaman itu telah dihilangkan. la menyinggung Negarakertagama dan Mahabharata dengan kata mutiara berikut:
“Hanya 600 tahun saja kemudian, para keturunan Prapantja jelas sekali telah memulai tugas mengelaborasi sebuah legenda baru—tentang sebuah Majapahit Raya baru, dan dengan sekali lagi (syukurlah!) sebuah despotisme yang dirahmati Tuhan …” dan [Dengan menunjuk kepada Pandawa], “korban-korban kekerasan, pengkhianatan dan kekejaman dari Kurawa yang tidak beruntung itu … mereka dipaksa untuk bergerak di bawah tanah, kemudian bersembunyi di hutan-hutan atau pergi menyamar ke negeri-negeri asing. Namun giliran mereka pada akhirnya pasti akan datang, ketika dengan bantuan sekutu-sekutu yang bersahabat di luar negeri, mereka akan menyusun kekuatan mereka yang telah diperbaharui, dan bertempur sekali lagi dengan para pencaplok yang kotor dan angkuh itu” untuk mencapai kemenangan.

Cukup sekian untuk “unbiased and objective scholarship” dari Cornell Paper itu. (8)

?Kartun Harian Rakjat
Walaupun penerbitan terakhir surat kabar Harian Rakjat disusun pada tanggal 1 Oktober 1965, namun ia baru diberi tanggal dan disirkulasikan pada keesokan harinya, yaitu Sabtu tanggal 2 Oktober. Meskipun tafsiran Cornell Paper menyediakan banyak halaman untuk merasionalkan tajuk-rencana pendek harian itu untuk mendukung GESTAPU, namun para penulis-nya meremehkan pentingnya deretan kartun politik di bagian bawah halaman depannya yang menggambarkan peristiwa-peristiwa revolusioner di minggu yang baru saja berakhir itu. Meskipun disebutkan pada halaman 143 bahwa Paper itu memuat kembali kartun-kartun hanya untuk akhir minggu itu saja—dan tidak memasukkan semua kartun untuk seluruh minggu sehingga memperlihatkan mengerasnya secara berangsur-angsur sampai kepada putsch itu—pastilah telah terjadi pemikiran-ulang tentang bijaksananya melakukan hal tersebut, karena tidak ada kartun itu yang diterbitkan kembali. Hal ini patut disayangkan, karena “sebuah gambar sama nilainya dengan seribu kata.”
a. Kartun-kartun politik ini memperlihatkan serentetan keberhasilan yang telah didapat Partai musuh-musuh dalam minggu itu.
b. Kartun hari Senin memperlihatkan seorang mahasiswa IPPI menyepak kepala “setan kota”.
c. Kartun hari Selasa memperlihatkan kereta-api P.B.K.A. telah keluar dari relnya.
d. Kartun hari Rabu sebuah tangan C.G.M.I. yang kuat menikamkan sebuah pisau belati pada lengan seorang anggota H.M.I, (yang memakai ban lengan C.I.A.).
e. Kemudian hari Kamis-Jumat (30 September-1 Oktober), kartun itu memperlihatkan sebuah kepalan tinju yang perkasa “Gerakan 30 September” menghantam seorang tokoh yang digambarkan Dewan Jenderal yang didukung C.I.A., penuh dengan dollar Amerika, dan Paman Sam yang kaget. Kartun itu mau mengatakan bahwa Komandan Tjakrabirawa Untung telah menyelamatkan Presiden dan Republik dari sebuah kudeta Dewan Jenderal.
f.?? Akhirnya, pada hari Sabtu, tanggal 2 Oktober—hanya beberapa jam saja setelah enam orang Jenderal AD menghilang, yaitu diculik, disiksa, dibunuh dan dimasukkan ke dalam Lubang—gambar kartun yang tampil memperlihatkan dua Jenderal yang tampaknya seperti Yani dan Nasution sedang dilempar ke dalam jurang. Karena ☝️?✔️hanya para anggota konspirator sajalah yang tahu siapa-siapa saja yang masuk dalam daftar para Jenderal yang akan dihilangkan, maka agaknya terlalu cepat bagi Harian Rakjat untuk memperlihatkan habisnya Jenderal Nasution.

Deretan kartun kejadian dalam satu minggu menjelang - saat dan pasca G30S 1

Deretan kartun kejadian dalam satu minggu menjelang - saat dan pasca G30S 2

Gambar 11. Deretan kartun kejadian dalam satu minggu menjelang, saat dan pasca G30S. Keberhasilan menculik “Jenderal Nasution” pun diberitakan oleh koran PKI, euforia kemenangan semu.

⚠️⚠️Dengan demikian, salah satu dari banyak kekurangan para penulis Cornell Paper itu adalah alpanya mereka mencatat (kronologis, peny.) peristiwa-peristiwa penting di Indonesia yang terjadi hanya seminggu sebelum kudeta tanggal 30 September.

⚠️⚠️Penghilangan apa saja yang berhubungan dengan perkembangan situasi minggu itu—yang seluruhnya diliput dalam pers Indonesia— jelas memperlihatkan bahwa monograph Cornell itu bukanlah sebuah analisis ilmiah yang tidak berbias, tetapi mungkin memiliki agendanya sendiri. (9)

Victor M. Fic. Sejak tanggal 5-10 Agustus 1968, digelar Internasional Konference on Asian History di Universitas Malaya di luar Kuala Lumpur. la dibuka dalam suasana yang amat suram, karena suatu “gelombang masa-depan” totalitarian yang seolah tak dapat dihentikan tampaknya sedang terus mendesak maju—seperti Mao Tse-Tung dan Para Pengawal Merahnya melancarkan Revolusi Kebudayaan membersihkan para anggota partai yang tidak cukup radikal, atau seperti Soviet dan Pakta Warsawa di bawah Brezhnev yang pada bulan yang sama menghancurkan “Musim Semi Praha” yang reformis itu.
Adalah menarik sekali sekaligus menyedihkan, melihat seorang akademisi wanita Czeko datang dari Oriental Institute di Praha untuk mempresentasikan sebuah makalah tentang drama Indonesia. Seorang warga Czeko lain yang hadir adalah Victor M. Fic, yang telah mengalami penderitaan di bawah belenggu Nazi dalam Perang Dunia II dan kemudian di bawah kaum Stalinis setelah mencaplok kekuasaan dalam bulan Februari 1948, dan Fic berhasil meloloskan diri dari penjara pada tahun 1949.

Pada hari pertama Konferensi itu, Profesor Fic yang datang dari Singapura, di mana ia mengajar Ilmu Pemerintahan dan Politik di Asia Tenggara, mengagetkan peserta konferensi dengan makalahnya—yang terpanjang dalam konferensi itu—”THE SEPTEMBER 30 MOVEMENT IN INDONESIA, 1965: A Gambler That Failed”.

Sebegitu jauh, menurut saya, inilah analisis terbaik dan paling mencerahkan tentang GESTAPU sampai saat itu, karena lebih banyak detail yang tersedia baginya sejak tahun 1965, yaitu:
1⃣ Bukti-bukti yang dikemukakan di depan pengadilan MAHMILLUB yang dimulai tahun 1966 tentang kegiatan-kegiatan Aidit, Sjam dan Biro Chusus PKI; kegiatan Presiden Soekarno dan Subandrio; dan kegiatan Omar Dhani, Supardjo dan perwira-perwira militer lain yang diarahkan oleh PKI yang telah ikut dalam GESTAPU; dan
2⃣ Banyaknya kritik terhadap strategi Aidit yang berasal dari orang-orang PKI yang masih hidup di Jawa, Peking, Moskow, Paris, Amsterdam, Praha, Tirana, Havana dan tempat-tempat lain.

Sayang sekali, kebanyakan peserta konferensi tidak bisa membaca makalah Fic itu terlebih dahulu, dan Dr. Fic hanya diberi waktu beberapa menit untuk menyinggung beberapa poin utama analisisnya tentang peran Aidit yang penting. Maka tak heran, tanpa membaca makalah Fic, maka Jeremo Brass dari Universitas California-Berkeley, Harry Benda dari ISEAS di Singapura (yang suatu kali pernah berpendapat bahwa kediktatoran Soekarno di bawah “Demokrasi Terpimpin” lebih sesuai dengan kejiwaan Indonesia dibandingkan demokrasi liberal) dan Jaimie Mackie dari Australia, semua mereka menolak analisis Fic itu.

Namun adalah W. F. Wertheim, seorang Belanda pakar Sosiologi Marxis, yang menyerang paling bertubi-tubi posisi Fic. la mengulang-ulang pendapatnya yang saat itu sudah usang bahwa “kudeta Untung” itu hanyalah masalah intern Angkatan Darat sesuai artikelnya yang pernah dimuat dalam majalah Pacific Affairs terbitan musim semi-musim panas tahun 1966 (yang diterbitkan jauh kemudian), yang menjadi penting karena kurangnya sumber-sumbemya untuk “kudeta Untung” itu, dengan hanya mengutip Daniel Lev, Rey dan “seorang penulis yang tidak mau menyebutkan namanya”.
Sejalan dengan penafsirannya yang naïf, Wertheim mencerca saya karena penuturan saya tentang kejadian-kejadian itu. la juga mengeritik Fic, mengatakan bahwa pengadilan militer alias MAHMILLUB hanya “dibuat-buat saja,” dan monograf Fic itu hanyalah sampah!

Dr. Sartono Kartodirdjo, sejarawan Indonesia yang juga ikut hadir dalam konferensi, menyatakan pada saya rasa kecewanya dengan mantan guru-besarnya itu, yang seringkali membuat penafsirannya sendiri tentang Marxisme ke dalam analisis-analisisnya, memutar-balikkan fakta, dan membuat terlalu banyak generalisasi dari data-data yang secara relatif terpisah-pisah dan sedikit jumlahnya. (10)

?Wertheim Melihat Kudeta Sebagai Provokasi
Dalam suatu tulisannya dalam majalah pada tahun 1979 (11) Wertheim, Profesor Sosiologi dari Belanda berasumsi Latief mengatakan yang sebenarnya di pengadilan, mengetengahkan:
“Jika ia, Latief, dan para kawannya harus bertanggungjawab untuknapa yang terjadi, maka Suharto paling sedikit harus dijadikan turut bertanggungjawab karena tidak melaporkan adanya rencana perebutan kekuasaan pada atasannya” (12)

Dalam tahun 1979 pandangan Wertheim mengenai peranan Suharto adalah bahwa tidak terdapat keraguan Suharto memiliki pengetahuan dini yang luas mengenai Gerakan 30 September dan ia menggunakannya untuk kepentingannya sendiri dalam memberantas kudeta itu.

??Pendapat Wertheim lebih lanjut adalah bahwa Gerakan 30 September dirancang oleh para perwira Angkatan Darat, termasuk Suharto sendiri, untuk menarik PKI dalam perangkap mendukung kudeta dan dengan demikian menciptakan provokasi yang dapat memberikan alasan bagi Angkatan Darat untuk menggeser PKI dan sekaligus menggeser Sukarno juga.

?? Atas pendapat Wertheim yang ekstrim itu, Crouch menanggapinya dengan mengatakan:
“Penolakan utama dari teori ini, tentunya adalah bahwa jika benar, PARA JENDERAL ITU ADALAH TERLAMPAU BLO’ON KARENA ENAM DARI MEREKA ITU DIBUNUH DALAM AKSI YANG DILANCARKAN TERHADAP MEREKA. Wertheim berusaha menawarkan cara menceritakan kisah detektif dengan bertanya, siapa yang meraih keuntungan dari kejahatan ini. Jawabannya tentunya Suharto, yang menjalin hubungan pribadi dengan para pelaku utama. Akan tetapi teori Wertheim sama sekali tidak didukung oleh bukti-bukti yang positif.” (13)

Rupanya kritik yang masuk itu telah berdampak juga pada pandangan Wertheim. Dalam tahun 1995 ia secara lebih berhati-hati merumuskan pandangannya terhadap Suharto: “Rupanya terdapat kejelasan bahwa Suharto terlibat dalam kudeta 1 Oktober, karena ia memiliki pengetahuan dini. Tetapi agaknya sulit untuk menetapkan bahwa ia bertindak sebagai dalang di belakang layar. (14)

Mengapa kudeta 1965 tidak melibatkan massa PKI?! Rekonstruksi berdasarkan data-data dokumen percakapan Sjam dan Aidit kiranya menjawab soal ini:

?Sjam: “Apakah tidak lebih baik jika kita biarkan para Jenderal itu menyerang lebih dulu baru kemudian kita meluncurkan serangan balasan dengan tindakan berbasis massa kuas secara nasional yang akan melibatkan jutaan pengikut partai?”

?Aidit: “Ini adalah masalah intern AD dan kita harus tetap di balik layar. Andaikan operasi ini melibatkan massa, akan jelas bagi setiap orang bahwa operasi ini telah disiapkan secara nasional oleh kita, kemudian kita akan diekspos sebagai organisatornya. Maka serangan terhadap para Jenderal harus distruktur sedemikian rupa untuk memberi kesan bahwa hal itu adalah sepenuhnya masalah intern AD”. (15)

Disitanya dokumen Otokritik Soepardjo (akan ditampilkan dalam edisi tersendiri, in sya Allah, peny.) yang ditulis Soepardjo dalam pelariannya sebagai refleksi diri dan evaluasi dari kegagalan dan kesemrawutan gerakan kudeta yang telah dilakukan [yang tentu saja terbebas dari klaim “ditulis dibawah siksaan dan tekanan penyidik”] adalah bukti tak terbantahkan bahwa Gerakan 30 September bukanlah sesederhana “urusan intern Angkatan Darat” atau dalam bahasa redaksional Aidit dalam suratnya kepada Bung Karno sebagai “akibat salah urus dalam Angkatan Darat”. Hal ini semua justru menjadikan Cornell “PKI Laundry” Paper dan tulisan Profesor Wertheim semakin telanjang bulat di panggung sejarah. Wallahul musta’aan.

Bukan hanya dari intern pimpinan Gerakan, Soepardjo yang mengritik, bahkan kecaman hebat kaum komunis luar negeri-pun tanpa ampun tertuju kepada Aidit sebagai pangkal akibat gagalnya Gerakan 30 September 1965, hal mana tidak layak tertuju sama sekali kecaman tersebut kepadanya jika kudeta itu memang benar adalah masalah intern AD yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan PKI.
“Penyebab utama kekalahan Gerakan 30 September bukanlah karena musuh yang kita hadapi lebih kuat, atau bahwa kita tidak berani, atau pejuang-pejuang kita tidak memilki keberanian. Sebab-sebab subjektif terletak pada kecerobohan di pihak sejumlah pimpinan partai, pada kekacauan ideologi, politik, dan organisasi, yang ada adalah hasil objektif dari ideologi borjuis-kecil tentang revolusi, pada semangat revolusioner yang berlebihan, keinginan untuk mencapai kemenangan dengan cepat, pada memaksakan melancarkan revolusi yang gagal, pada pertaruhan dengan kekuatan-kekuatan yang saling mengimbangi, pada mencari kepuasan dalam berangan-angan melakukan petualangan, dsb.

Kekeliruan-kekeliruan utama ini mencetuskan reaksi berantai kekeliruan-kekeliruan serius yang lain ketika gerakan….

Pada hari-hari yang tegang itu, partai, setelah memberi dukungan pada tindakan Kolonel Untung, melakukan kesalahan-kesalahan politik berikut ini:

? Penyusun dan peserta langsung dalam tindakan Untung tidak mempertimbangkan perlunya menarik massa rakyat ke pihak mereka agar dapat memastikan dukungan dari kekuatan-kekuatan progresif di seluruh negeri. Setelah berhasil merebut RRI, mereka tidak menawarkan kepada rakyat propgram sosial-ekonomi dan tidak menyerukan kepada kaum petani dan kaum buruh untuk waspada terhadap bahaya persekongkolan Dewan Jenderal. Mereka bukannya mengeluarkan dekrit bagi pembentukan tentara rakyat, mereka malahan membuat sebuah keputusan yang memberikan dorongan baru pada pihak militer. Setelah ini, sulit untuk memperoleh dukungan massa rakyat bagi Gerakan 30 September.

?Ketika semua pemimpin politik menyangkal ikut dalam Dewan Revolusi, pimpinan partai mengeluarkan pernyataan yang sudah terlambat bahwa tidak beralasan untuk mengira bahwa partai ikut serta dalam Gerakan 30 September. Namun pimpinan partai tidak menyangkal tuduhan-tuduhan bahwa partai mendukung pembersihan yang dilakukan Untung dan pengikut-pengikutnya…

Disinilah letak kesalahan-kesalahan utama berikut ini yang dilakukan oleh partai:
Sikap pasif dan panik pimpinan partai dalam situasi darurat yang mengakibatkan menyerahkan semua kekuasaan kepada Presiden Sukarno dan keputusan politiknya tetapi tanpa berpijak pada kekuatan massa rakyat…” (16)

Singkatnya, para pengecam Aidit menuduhnya sebagai penyebab kegagalan Gestapu, pencipta dan pendorong yang paling gigih, akibat semangat revolusioner yang berlebihan, keinginan untuk cepat-cepat memperoleh kemenangan, upaya secara prematur mempercepat jalannya revolusi, pertaruhan atas kekuatan-kekuatan yang saling mengimbangi, dan angan-angan petualang. (17)

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi segenap kaum muslimin serta para pemimpinnya dari makar kejahatan dan kekufuran Komunis PKI, amien.

?? Catatan Kaki
(1) Kudeta 1 Oktober 1965, Dokumen No.1, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 343-345
(2) Persaksian Kolonel Bambang Widjanarko, BAP hari Sabtu tanggal 3 Oktober 1970 no. 25 a, b, c, d, & BAP hari Kamis, 22 Oktober 1970 no.12
(3) ibid.
(4) Kudeta 1 Oktober 1965, hal. 278-280, 281
(5) Kudeta 1 Oktober 1965, Kata Pengantar, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, John O. Sutter, hal. xxxv-xxxvi
(6) Aliarcham adalah seorang gembong PKI generasi awal yang dibuang ke Digul dan mati di sana.
Aliarcham sejak ini mulai gemar membaca suratkabar-suratkabar dan majalah-majalah, istimewa yang berisi perlawanan terhadap penjajahan seperti Sinar Hindia yang kemudian berubah menjadi Api, yang membawakan suara Sarekat Islam Merah. Suara Rakyat yang membawakan suara ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging = Perhimpunan Sosial Demokratis Hindia), Het Vrije Woord juga membawakan suara ISDV, de Express suara kaum Nasionalis radikal yang dipimpin oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo dan majalah-majalah organisasi buruh lainnya. Dari pembacaan-pembacaan ini ia mulai berkenalan dengan Sosialisme ilmiah yang dipropagandakan oleh ISDV yang memusatkan kegiatannya di Semarang. Ia mencatatkan dirinya sebagai anggota Sarekat Islam Salatiga yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam Merah. Dengan perantaraan Prapto salah seorang pemimpin SI Merah, Aliarcham berkenalan dengan pemimpin-pemimpin SI dan ISDV seperti Semaun, Sneevliet, Dengah, Sukendar, dan lain-lain. Melalui Marxis-marxis terkemuka pada waktu itu, ia dapat membaca dan mempelajari lebih jauh tentang ilmu Sosialisme. Ia berkenalan dengan Manifes Partai Komunis dan lain-lain tulisan pemimpin-pemimpin Partai Sosial Demokratis (SDP) Belanda yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Nederland (CPN).
Url: https://www.marxists.org/indonesia/indones/1964-Aliarcham.htm
(7) Kudeta 1 Oktober 1965, Victor M. Fic, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 3
(8) Kudeta 1 Oktober 1965, Kata Pengantar, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, John O. Sutter, hal. xxxvii-xli
(9) ibid, hal. xliv-xlv
(10) ibid, hal. xlv-xlvii
(11) Journal of Contemporary 1979 (2)
(12) Wertheim dalam tulisannya tahun 1979 yang dikutip di atas menamakan Latief sebagai, “salah seorang pembantu Suharto yang terdekat”; Elson, R.E, Suharto, Cambridge University Press, Cambridge, UK, 2001, hal. 115 mengatakan, “Hal ini tidak berdasar”.
(13) Another Look at the Indonesian Coup, Indonesia, Harold Crouch, Cornell University, 1972, hal. 106. Lihat Sukarno File, Anthony C.A. Dake, Aksara Karunia, Jakarta, November 2005, hal. 331-332
(14) Kabar Sebaran, Sulating Maphilindo, 1995, no. 24/25, hal. 296
(15) Kudeta 1 Oktober 1965, hal. Sampul belakang
(16) Appeal of the Marxist-Leninist Group of the Communist Party of Indonesia, hal. 54, 59-60. Lihat juga: https://www.marxists.org/archive/mandel/1968/01/indonesia.htm
(17) Kudeta 1 Oktober 1965, hal. 296

?????????
⚔?Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
? Klik ➡️JOIN⬅️ Channel Telegram: http://bit.ly/tukpencarialhaq

Dinukil dari: http://tukpencarialhaq.com/2016/06/29/cornell-pki-laundry-paper-suatu-konspirasi-untuk-mencuci-bersih-keterlibatan-komplotan-pki-dalam-gerakan-30-september/